Aceh Tamiang | inspirasipublik.id – Sekretaris Jendral (Sekjen) Dewan Pengurus Daerah Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (DPD APDESI) Provinsi Aceh, Yusran, S. Sos i, M.H., berikan dukungan penuh atas upaya dilakukan dan diperjuangkan pemerintah desa atau Kampung Kuala Pusong Kapal (KPK) terkait status tanah desanya.
Hal itu diungkapkan Yusran, akrab disapa Datok Yusran, salah seorang Datok Penghulu Kampung (Kepala Desa) di Kecamatan Seruway, Desa Sukaramai Satu itu, kepada media PNN.com, Minggu (12/10/25) sebagai langkah perjuangan pemerintah desa dan masyarakat untuk kejelasan status tanah tapak rumah warga desa tersebut.
“Kami siap mendukung dan memberikan dukungan secara pendampingan serta langkah yang harus ditempuh oleh pihak Desa Kuala Pusong Kapal mulai dari pelepasan dari Desa Kampung Baru, termasuk kejelasan status tanah tapak rumah serta lahan pertanian untuk mensyaratkan mencari nafkah,” ujar Datok Yusran.
Menurutnya, dari penelusuran dilakukan secara berantai dan berbasis investigasi, masyarakat Kuala Pusong Kapal itu memang murni masyarakat korban konflik relokasi dimana dulunya mereka mengungsi guna menyelamatkan diri serta keluarganya dari serangan udara jet tempur milik TNI.
“Kejadian itu terjadi pada masa konflik bersenjata antara Pemerintah RI dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), masyarakat Kuala Pusong Kapal memilih menetap di lokasi domisili saat ini karena dulu mereka mengungsi menggunakan boat, sampan, atau sejenis menelusuri Sungai,” jelas Sekjen APDESI Aceh itu.
Lanjut Datok Yusran, tanah dijadikan tempat hunian baru masyarakat Desa KPK itu diketahui saat ini masih dalam wilayah Desa Kampung Baru, informasinya belum adanya pelepasan sesuai ketentuan hukum berlaku.
Menjadi pertanyaan, bagaimana dalam wilayah desa terdapat desa lagi, bagaimana mengesahkan profil desa tersebut, bagaimana juga dengan status kepemilikan tanah di hunian masyarakat, disebut-sebut milik salah seorang mantan orang nomor satu di Aceh Tamiang.
“Masyarakat Desa Kuala Pusong Kapal ini tergolong dalam masyarakat eks korban konflik murni dan masuk dalam kategori prioritas diperhatikan sesuai butir-butir Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki, akhirnya tertuang dalam Undang-undang Pemerintah Aceh (UUPA),” ungkap Datok Yusran.*
Reporter : SAP