Pernyataan Korban Pelanggaran HAM Aceh, Memori 15 Agustus 2005-15 Agustus 2025

Berita312 Dilihat

Komunitas Korban Pelanggaran HAM Aceh yang tergabung dalam wadah Solidaritas Persaudaraan Korban Pelanggaran HAM Aceh (SPKP-HAM Aceh, Forum Komunikasi Korban dan Keluarga Korban Tragedi Simpang KKA ( FK3T-SP.KKA), Komunitas Korban Pelanggaran HAM Aceh Utara ( K2HAU ), K3 16JK (komunitas Keluarga Korban 16 Jambo Keupok) Aceh selatan, Komunitas 11 Rumah Belajar di Pidie dan Pidie Jaya menyatakan sikap yang bacakan oleh Jufri Zainuddin Ketua Umum SPKP HAM Aceh dan Agus Murniana atau akrap di sapa Ayu Kota Banda Aceh sebagai berikut

Hari ini, kami—perwakilan korban dari 16 kabupaten kota di Aceh—berdiri di sini membawa suara setelah 20 tahun perdamaian Aceh.
Kami menyampaikan tuntutan bersama ini:

Pertama, Pengakuan dan Pemenuhan Hak Korban.

Negara harus menyelesaikan pendataan korban secara menyeluruh, karena saat ini masih sedikit yang didata. Semua peristiwa plPelanggaran HAM Berat, Tragedi Simpang KKA, Rumoh Geudong, Jambo Keupok, dan lainnya termasuk pelanggaran HAM—harus diakui dan ditindaklanjuti melalui proses hukum.

Kedua, Keadilan dan Reparasi.

Pengadilan HAM Berat harus diselenggarakan sesuai prinsip keadilan. Korban berhak atas restitusi, rehabilitasi, kompensasi, tanpa diskriminasi dan pungutan ilegal. Kami mendesak pengesahan dan implementasi Qanun Pemulihan Korban Konflik.

Ketiga, pemulihan psikososial, ekonomi, dan pendidikan.

Layanan konseling harus berkelanjutan bagi korban dan keluarga. Program pemberdayaan ekonomi serta pelatihan keterampilan harus transparan. Anak-anak korban, khususnya yatim piatu dan anak syuhada, harus mendapatkan beasiswa dan fasilitas pendidikan yang layak.

Keempat, pelestarian memori dan pendidikan HAM.

Kami menuntut peringatan tahunan tragedi, pembangunan dan perawatan monumen korban di seluruh Aceh, serta dokumentasi sejarah konflik untuk pendidikan generasi mendatang. Kurikulum sejarah dan HAM harus masuk dalam pendidikan formal. Rumah Belajar yang dikelola oleh korban perlu didukung.

Kelima rekonsiliasi bermakna.

Rekonsiliasi antara korban dan pelaku harus tulus, difasilitasi negara, dan bebas dari intimidasi maupun diskriminasi.

Keenam, keterhubungan dan partisipasi korban.

Komunitas korban harus terlibat aktif dalam perumusan kebijakan dan program pemulihan. Audiensi rutin dengan pemerintah daerah, pusat, dan lembaga negara harus menjadi komitmen bersama.

Banda Aceh
15 Agustus 2025.