(Penulis: Muhammad Ramadhanur Halim, S.HI,)
Kasus korupsi di Pertamina yang merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun menjadi tamparan keras bagi Indonesia, terutama di tengah upaya pemerintah melakukan efisiensi anggaran. Dengan kondisi fiskal yang menantang, di mana pemerintah harus memangkas anggaran hingga Rp 306,69 triliun, kerugian sebesar itu sangat signifikan dan bisa digunakan untuk berbagai program yang mendukung kesejahteraan masyarakat.
Jika dana yang dikorupsi tersebut digunakan untuk program-program pemerintah, banyak inisiatif yang bisa dikerjakan. Misalnya, pembangunan infrastruktur seperti jalan tol yang membutuhkan anggaran besar. Sebagai perbandingan, biaya pembangunan Tol Getaci (Gedebage-Cilacap) sepanjang 206,65 kilometer diperkirakan mencapai Rp 60 triliun. Dengan dana Rp 193,7 triliun, pemerintah bisa membangun lebih dari tiga proyek tol serupa, yang tentunya akan meningkatkan konektivitas dan perekonomian daerah.
Selain itu, dana tersebut bisa digunakan untuk program pendidikan dan kesehatan. Misalnya, anggaran untuk Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang masing-masing membutuhkan sekitar Rp 20 triliun per tahun. Dengan Rp 193,7 triliun, pemerintah bisa mendanai program ini selama hampir satu dekade, memberikan akses pendidikan dan kesehatan yang lebih baik bagi jutaan rakyat Indonesia.
Dalam konteks efisiensi anggaran, pemerintah juga bisa mengalokasikan dana tersebut untuk program-program pemberdayaan ekonomi, seperti pelatihan keterampilan dan bantuan modal usaha bagi masyarakat miskin. Program ini tidak hanya meningkatkan kemandirian ekonomi, tetapi juga mengurangi ketimpangan sosial yang semakin melebar.
Namun, untuk memastikan bahwa kejadian serupa tidak terulang, penting bagi Pertamina untuk memiliki komisaris yang memiliki integritas tinggi dan kompetensi yang memadai. Komisaris Pertamina harus memiliki mental yang kuat, jujur dan berkomitmen terhadap prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Mereka harus mampu mengawasi dan mengendalikan operasional perusahaan dengan ketat, serta memiliki keberanian untuk melaporkan dan menindak setiap pelanggaran yang terjadi.
Selain itu, komisaris Pertamina harus memiliki latar belakang yang kuat dalam bidang energi dan manajemen, serta pengalaman dalam mengelola perusahaan besar. Mereka harus mampu memahami kompleksitas industri energi dan memiliki visi yang jelas untuk membawa Pertamina menuju masa depan yang lebih baik. Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prinsip utama dalam setiap keputusan yang diambil.
Dengan demikian, kombinasi antara pengawasan yang ketat, integritas yang tinggi, dan kompetensi yang memadai akan memastikan bahwa Pertamina dapat beroperasi dengan baik dan memberikan kontribusi maksimal bagi perekonomian Indonesia. “Korupsi Pertamina: Peluang yang Hilang dan Harapan untuk Masa Depan” adalah pengingat bahwa kita harus terus berjuang untuk menciptakan tata kelola yang lebih baik dan memastikan bahwa setiap rupiah yang dihasilkan oleh BUMN digunakan untuk kesejahteraan rakyat.