Melawan Kutukan Tambang

Daerah100 Dilihat

Oleh : Muhammad Nuraqi

Aceh Timur Muhammad Nuraqi Aktivis Sosiail menuliskan artikel dengan tajuk opininya “Melawan Kutukan Tambang” sebuah kritikan yang dirasakan dan dialami langsung berdasarkan Muhammad Nuraqi tinggal di salah satu desa yang merupakan kawasan ring satu lingkar tambang PT Medco E&P Malaka, sebuah perusaahan yang mengelola gas bumi untuk keperluan domistik (RED). Kamis (23/01/25)

Aceh dikenal sebagai salah satu wilayah di Indonesia yang kaya akan sumber daya alam, namun, ironisnya kekayaan tersebut belum mampu mengangkat taraf hidup masyarakatnya secara signifikan.
Fenomena ini sering disebut sebagai “kutukan sumber daya” atau “kutukan tambang,” di mana daerah dengan sumber daya alam melimpah justru kerap terjebak dalam lingkaran kemiskinan, konflik sosial, dan kerusakan lingkungan.
Sejarah pahit Arun di Lhokseumawe menjadi bukti nyata bagaimana kekayaan alam tidak selalu membawa kemakmuran. Kini, proyek pengembangan gas di Wilayah Kerja (Blok) – A di Aceh Timur menghadapi tantangan serupa, yang jika tidak ditangani secara serius, berpotensi mengulangi kesalahan masa lalu.

Kenyataan Pahit di Blok A

Kegiatan eksploitasi minyak dan gas di Blok A yang dikelola PT Medco E&P Malaka hingga kini belum memberikan dampak positif yang signifikan bagi masyarakat sekitar. Minimnya pelibatan tenaga kerja lokal dan pengusaha skala kecil menjadi salah satu penyebab utama. Padahal secara empirik dan teoritis, daerah yang sumberdaya alamnya sedang di eksploitasi berhak menerima manfaat lebih besar dari pada daerah lain, dalam hal ini masyarakat desa lingkar tambang seperti di Kecamatan Julok, Indra Makmur, dan Nurussalam berhak mendapatkan manfaat langsung dari kegiatan eksploitasi ini.
Sayangnya, masyarakat lokal sering kali hanya menjadi penonton. Peluang kerja yang seharusnya dapat meningkatkan kesejahteraan mereka malah banyak diberikan kepada pekerja dari luar daerah.
Kurangnya transparansi dan sulitnya akses informasi mengenai proses rekrutmen, menimbulkan friksi kecemburuan sosial di tengah masyarakat, akibatnya muncul aksi-aksi protes seperti demonstrasi, penghadangan truk kondesat, hingga kekerasan terhadap aset perusahaan.
Situasi ini tidak hanya memperburuk relasi sosial antara perusahaan dan masyarakat, tetapi juga menghambat kelancaran investasi di sektor migas.
Selain itu, program Corporate Social Responsibility (CSR) yang dijalankan perusahaan hanya bersifat sementara dan karitatif. Bantuan yang diberikan tidak mampu memberdayakan masyarakat secara berkelanjutan.
Sebagai contoh, pelatihan keterampilan kerja yang relevan dengan kebutuhan perusahaan masih minim, sehingga masyarakat lokal sulit bersaing untuk mendapatkan pekerjaan di sektor migas.


Mengapa “Kutukan Tambang (paradox of plenty” ) Terjadi?
Fenomena ini tidak lepas dari sejumlah faktor. Pertama, kurangnya pelibatan secara aktif masyarakat lokal dalam setiap tahap kegiatan eksploitasi, mulai dari perencanaan hingga operasional.
Kedua, rendahnya komitmen Kontraktor KKS dalam memberdayakan sumber daya manusia lokal. Ketiga, lemahnya pengawasan dan tidak adanya regulasi dari pemerintah daerah dalam memastikan perusahaan dalam pemenuhan kewajiban sosial dan lingkungannya.
Di sisi lain, kegiatan tambang sering kali meninggalkan dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dampak positifnya. Polusi udara, kebisingan, dan kerusakan lingkungan menjadi keluhan utama masyarakat sekitar.
Kondisi ini semakin diperparah oleh perilaku eksklusif para pekerja dari luar daerah yang menimbulkan gesekan sosial. Akibatnya, masyarakat yang seharusnya menjadi penerima manfaat justru merasa dirugikan oleh kehadiran tambang.

Strategi Melawan Kutukan Tambang

Untuk mengubah situasi ini, diperlukan langkah-langkah strategis yang melibatkan semua pihak, termasuk pemerintah daerah, perusahaan, dan masyarakat. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil:

  1. Optimalisasi Tenaga Kerja Lokal
    Perusahaan seperti PT Medco E&P Malaka harus memprioritaskan penyerapan tenaga kerja lokal terutama untuk kategori tenaga kerja tidak terampil (unskilled) dengan memberi proporsi 100% dari desa desa sekitar kegiatan
    Sementara itu, untuk kategori tenaga kerja terampil, perusahaan dapat bekerja sama dengan pemerintah daerah melalui Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) untuk mendata dan melatih masyarakat lokal agar memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan.
    Pelatihan teknis dan keterampilan operasional harus menjadi fokus utama, sehingga masyarakat dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan migas.
  2. Transformasi Program CSR
    CSR tidak boleh lagi hanya bersifat “bantuan kasihan” (charity). Program CSR harus diarahkan untuk menciptakan dampak jangka panjang yang berkelanjutan.
    Misalnya, perusahaan dapat mendukung pendidikan vokasi, memberikan beasiswa, atau membantu pengembangan usaha mikro masyarakat sekitar tambang.
    Selain itu, pola kemitraan dengan pengusaha lokal dalam pengadaan barang dan jasa, seperti penyediaan makanan, peralatan kantor, atau jasa keamanan, harus ditingkatkan.
  3. Penguatan Regulasi Pemerintah Daerah
    Pemerintah Kabupaten Aceh Timur memiliki peran kunci dalam mengelola hubungan antara masyarakat dan perusahaan. Regulasi yang mewajibkan keterlibatan tenaga kerja dan pengusaha lokal harus segera dirumuskan dan ditegakkan.
    Selain itu, pemerintah dapat memberikan insentif berupa pengurangan pajak atau kemudahan perizinan kepada perusahaan yang berkomitmen memberdayakan masyarakat lokal.
  4. Pemulihan Lingkungan Hidup
    Dampak negatif terhadap lingkungan juga harus menjadi perhatian utama. Perusahaan wajib mematuhi aturan lingkungan yang telah ditetapkan, seperti izin lingkungan yang mengatur pengelolaan dampak negatif dan positif kegiatan tambang.
    Pemantauan dan evaluasi berkala oleh pemerintah dan masyarakat harus dilakukan untuk memastikan perusahaan bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan.
  5. Mediasi dan Dialog Terbuka
    Untuk menghindari konflik berkepanjangan, dibutuhkan ruang dialog yang terbuka antara perusahaan, masyarakat, dan pemerintah. Forum ini dapat menjadi sarana untuk mencari solusi bersama, mengidentifikasi kebutuhan masyarakat, dan menilai kinerja perusahaan dalam memenuhi kewajiban sosialnya.

Mewujudkan Berkah Tambang

Mengubah “kutukan tambang” menjadi “berkah tambang” bukanlah hal yang mustahil. Namun, hal ini membutuhkan komitmen bersama dari semua pihak. Perusahaan harus memahami bahwa keberlanjutan usahanya bergantung pada hubungan yang harmonis dengan masyarakat.
Sementara itu, pemerintah harus berperan sebagai pengawas sekaligus fasilitator yang memastikan kepentingan masyarakat dan perusahaan dapat berjalan seimbang.
Jika kekayaan sumber daya alam dikelola dengan baik, Blok A tidak hanya akan menjadi sumber energi nasional, tetapi juga pusat pertumbuhan ekonomi lokal yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Aceh Timur dapat menjadi contoh bagaimana kekayaan tambang tidak lagi menjadi kutukan, melainkan berkah yang membawa manfaat bagi semua.
Penulis:

Tinggalkan Balasan